Khutbah Jumat: Kewajiban Mentauhidkan Allah dan Mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
Khutbah Jumat: Kewajiban Mentauhidkan Allah dan Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc. Hafidzahullah di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 4 Safar 1446 H / 9 Agustus 2024 M.
Khutbah Jumat Pertama: Kewajiban Mentauhidkan Allah dan Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Shalawat dan salam kepada Nabi kita tercinta, Rasul yang mulia, Sayyidul Anbiya wal Mursalin, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman di dalam sebuah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Maka tidak ada cara untuk mendekatkan diri kepada Allah yang lebih baik, lebih afdhal, dan lebih hebat daripada apa yang Allah wajibkan kepada kita.
Ma’asyiral Muslimin, ketika mendengarkan hadits ini, banyak umat Islam yang hanya memikirkan shalat-shalat wajib, puasa-puasa wajib, atau infak-infak wajib, serta umrah dan haji yang wajib. Ketahuilah, saudaraku, bahwa masih banyak kewajiban yang Allah Tabaraka wa Ta’ala tetapkan, lebih banyak dari yang kita bayangkan.
Masih terlalu banyak kewajiban di luar sana yang belum disebutkan. Namun, kebanyakan Muslim hanya terfokus pada ibadah-ibadah wajib yang terlintas dalam pikiran mereka saat mendengarkan hadits Qudsi ini.
Ma’asyiral Muslimin, ketika membahas masalah tauhid, para ulama mengatakan bahwa kewajiban yang paling wajib di permukaan bumi adalah bertauhid. Kewajiban ini adalah yang paling wajib dan tidak ada kewajiban lain yang lebih penting daripada mengesakan Rabbnya, menjadikan Allah Tabaraka wa Ta’ala ahad. Itulah kewajiban yang paling utama di permukaan bumi, dan tak ada yang lebih wajib daripada itu bagi seorang Muslim. Namun, hal ini jarang terlintas dalam benak seorang Muslim ketika mendengarkan hadits Qudsi yang tadi dibacakan, karena mereka lebih sering terikat pada amal-amal dzahir dan jauh dari amal-amal batin, padahal amal batin itulah yang lebih utama dan lebih mulia dibandingkan amal-amal dzahir, meskipun seluruh agama Allah adalah kemuliaan.
Ma’asyiral Muslimin, pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan Khatib mengajak untuk memperhatikan sebuah amal wajib yang sangat penting, yang diperintahkan Allah Tabaraka wa Ta’ala dalam kehidupan kita. Amal ini adalah sumber dari seluruh ketaatan kepada Allah dan merupakan fondasi dari seluruh ibadah. Dari amal ini, mengalir keikhlasan, ketaatan, serta berbagai macam kebaikan dan sifat-sifat yang dipuji oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dari seorang hamba yang hidup di muka bumi.
Khatib ingin mengajak kita untuk memahami sebuah kewajiban penting, yaitu kewajiban yang diberikan oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala untuk mencintai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan kecintaan yang jujur, yang berasal dari hati, yang tidak ada tempat bagi dusta atau kemunafikan. Cinta yang jujur dari hati yang terdalam dalam kecintaan kepada Nabi kita dan Rasul kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Para ulama pun mengajak kita untuk mencintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan cinta yang jujur yang lahir dari hati.
Ma’asyiral Muslimin, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai aku lebih ia cintai daripada ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Perhatikanlah kalimat hadits Nabi yang sangat hebat ini: “Sampai kalian jadikan aku lebih kalian cintai daripada ayah kalian sendiri, anak kalian sendiri, dan manusia mana pun selain kalian.”
Tidakkah semua kita mencintai ayah kita? Tidakkah semua kita mencintai anak kita? Kita tahu bagaimana kita mencintai ayah dan anak kita. Perjuangan apa yang kita lakukan demi cinta kepada orang tua dan anak? Demi Allah, perjuangan itu seharusnya lebih hebat jika benar-benar ada cinta kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang melebihi cinta kepada ayah dan anak sendiri. Akan tetapi, betapa sering cinta yang kita proklamirkan dengan lisan tidak sesuai dengan apa yang kita tunjukkan kepada Allah melalui perjuangan raga kita. Kita takut cinta yang kita katakan kepada Nabi tercinta hanyalah cinta di bibir. Kita khawatir cinta yang kita katakan kepada Nabi kita tercinta bukanlah cinta yang berasal dari hati, tetapi cinta yang berasal dari kata-kata kosong, yang hanya menghiasi bibir tanpa kejujuran dari hati yang tulus.
Jika cinta kita kepada anak dan ayah datang dari sepenuh hati, maka demi Allah, Rasul lebih berhak atas cinta yang lebih besar dari itu. Sudahkah masing-masing kita merenung dan melihat ke dalam hati? Ke mana cinta itu lebih besar? Kepada Rasul atau seseorang selain Rasul? Kepada Rasul atau sesuatu selain Rasul? Apakah itu harta, tahta, keluarga, atau yang lainnya? Hal ini wajib kita pedulikan, untuk introspeksi dan menyelami hati sendiri.
Wahai Muslimin, selamilah hatimu, cari cinta di sana, dan lihat cinta mana yang lebih besar. Jangan sampai engkau menghadap Allah sementara cintamu kepada Rasulullah begitu kecil dan kerdil. Demi Allah, tidak akan ada yang menderita di sana jika ini yang terjadi kecuali dirimu sendiri.
Pada hari kiamat, manusia akan dibangkitkan bersama siapa yang paling ia cintai dengan hatinya. Manakala bibirmu mengatakan cinta kepada Rasul adalah cinta terbesarmu, namun amalmu menunjukkan bahwa cinta terbesar hatimu bukanlah kepada Rasul, tetapi kepada seseorang selain Rasul, maka aku khawatir engkau tidak akan dibangkitkan di akhirat bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi bersama orang-orang yang engkau cintai melebihi cintamu kepada Rasulmu.
Khutbah Jumat Kedua: Kewajiban Mentauhidkan Allah dan Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, bisnis yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah [9]: 24).
Para ulama ahli tafsir mengatakan bahwa “perintah” yang dimaksud adalah perintah untuk menghancurkan dirimu, mendatangkan bencana dan adzab kepadamu, disebabkan karena mencintai selain Allah dan Rasul-Nya lebih dari cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Ayat ini tegas tentang kewajiban yang sangat wajib, yaitu inti dari seluruh kewajiban, sumber dari seluruh ketaatan, dan seluruh budi pekerti yang baik di permukaan bumi, yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta kepada siapa pun dan apa pun di permukaan bumi.
Saudaraku, sayangilah dirimu. Cintailah dirimu dengan cara yang paling benar, yaitu menjadikan cinta terbesar dalam dirimu untuk Rasulmu, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Demi Allah, beliau berhak untuk dicintai sepenuh hati karena sesungguhnya kebaikan beliau terhadap kita melebihi kebaikan kedua orang tua kita dan melebihi kebaikan siapa pun kepada diri kita.
Maasyiral Muslimin, berhati-hatilah agar tidak tertipu oleh lisan sendiri. Ini adalah kepandiran yang paling parah—engkau membohongi dirimu dan tertipu oleh dirimu sendiri. Tidak ada manusia yang lebih pandir daripada orang yang berdusta terhadap dirinya sendiri, yang menipu dirinya sendiri. Jika seseorang tertipu oleh orang lain, itu wajar; tetapi jika seseorang menipu dirinya sendiri, di mana letaknya kewajarannya?
Hampir semua Muslim, meskipun penuh dengan kemaksiatan, mengaku cinta Rasul. Namun, apakah pengakuan tersebut diterima dan bermanfaat di hadapan Allah? Pada hari di mana seluruh isi hati akan diperlihatkan, dan tidak ada yang tersembunyi sedikit pun di depan Allah. Maka pernyataan yang diucapkan harus dibuktikan dengan amal. Hanya pernyataan yang disertai amal yang jujur yang akan diterima oleh Allah sebagai kewajiban yang paling wajib, yang Allah cintai dari dirimu.
Download mp3 Khutbah Jumat: Kewajiban Mentauhidkan Allah dan Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Podcast: Play in new window | Download
Jangan lupa untuk ikut membagikan link download “Khutbah Jumat: Kewajiban Mentauhidkan Allah dan Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam” ini kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga menjadi pembukan pintu kebaikan bagi kita semua.